Berziarah Kubur

Dulu, Emak dan Abah selalu mengajarkanku bahwa para arwah leluhur selalu berkunjung setiap malam jum'at untuk melihat keadaan anak cucunya dan menunggu kiriman doa. Mereka ajarkan untuk baca yasin di setiap malam jum'at untuk dihadiahkan pahalanya kepada para leluhur.

Abah (Bpk. Moh. Masyhuri Zein) dan Emak (Bu Asma' masyhuri), dua orang yang pertama kali mengajariku, putrinya yang terkenal paling bandel, huruf-huruf hijaiyah.

Meski dulu sering melakukannya, aku dengan pemikiranku sendiri pernah ragu apakah kiriman yasin tersebut akan sampai, mengingat alam yang berbeda. Akupun beberapa tahun lamanya tidak melakukannya. Kalau mau mengaji ya ngaji gitu aja.

Sampai akhirnya aku berziarah kubur sendirian beberapa hari setelah pengumuman beasiswa S3 ke China kuterima. Mula-mula, kuniatkan pahala bacaanku saat ziarah untuk arwah Emak, Abah, Mas Syafa', dan seluruh arwah penghuni sarean manyaran dan sarean ibuk mertua di gondanglegi. Bastan dan Mahya, meski kuyakin mereka asyik-asyik saja di alam sana karena masih bayi, turut kuniatkan pula untuk mendapatkan hadiah.

Setelah kudapati mimpi-mimpi ini, baru aku yakin bahwa doaku telah sampai kepada mereka.

Rabu, 21 Aug 2019

Ziarah 1, sabtu pagi. Setelah mengirim hadiah Fatihah, ayat kursi, qul 3, ke emak, Abah, Bastan, Mahya, dan Mas Syafa, malamnya, aku bermimpi mas Syafa' senyum-senyum lebar.

Ziarah 2, Selasa magrib. Hadiah Al Mulk, Yasin, Fatihah, qul 3. Bermimpi Emak dan Abah membagi-bagi hadiah kepada semua penghuni sarean manyaran. Semua penghuni sarean melihatku dan berpesan sesuatu untuk disampaikan kepada seseorang (tak bisa kuceritakan detil karena terikat janji). Namun, Emak dan Abah terlihat sibuk sendiri jadi tidak terlalu melihat dan mengenaliku.

Lalu pada hari rabunya, aku bermimpi melihat ibuk mertua memakai mukena putih dan masih hidup. Ibuk lewat sambil melihatku lalu hendak wudlu. Kuberitahu ke Afiq (adik ipar paling kecil) dan Mas Iqbal yang ada di dekatku, tapi mereka tidak percaya. Mereka berkata bahwa Ibuk sudah meninggal. Beberapa saat kemudian Mas Iqbal berkata: "Oh iya, ada suara orang wudlu." Sekembalinya dari wudlu, masih dengan mukenanya, Ibuk menyalami Mas Iqbal, aku, dan Afiq. Dari situ, barulah mereka percaya bahwa Ibuk masih hidup. Kami bertanya keadaan Ibuk. Ibuk menjawabnya: "Yo gak piye-piye i. sehat-sehat ae, seneng-seneng ae."

Malam jum'at, Aug 23, 2019.
Aku bermimpi berada di sebuah pemondokan dengan pepohonan di sekitarnya. Aku melihat Emak, keluar dari sebuah rumah mengenakan jilbab hijau dan terlihat muda seperti masih remaja. Beliau tampak terkaget-kaget: "Oalaaaah kimeng awakmu to laaa tak kiro sopo koq beneke srag sreg srag sreg tak kiro tukang sapu."
"Nggih Mak, kulo kangen." Jawabku. "Aku  yo kangen Laaaa." Kata Emak. Kamipun berpelukan, dan aku ciumi pipi emak.

"Awakmu opo ngapalne Qur'an to la?." Tanya Emak.
"Namung 2 juz, Mak." Jawabku.
"Lhooo nyapoo." Tanya Emak sambil memegangi kepalanya.
"Kulo kalih kuliah." Kataku.
"Lhoo malah kuliah adoh pisan." Kata Emak.

Lalu tiba-tiba kuburan Mahya yang sendirian di Depok bergerak dan mengeluarkan Mahya. Dia terlihat seperti anak usia 5-6 tahunan. Kubelai rambutnya sambil berkata, "Terima kasih, Mahya yang baik." Mahya kemudian memberikanku hadiah beberapa helai rambut lebat panjangnya yang dibentuk ala-ala orang-orang papua/Afrika sambil tersenyum. Dia seolah berkata, bahwa ini adalah hadiah sebelum aku berangkat lagi ke China. Akupun memakai hadiah dari Mahya di sela-sela rambutku.

Saat terbangun di mimpi malam jum'at itu, langsung kukirimkan fatihah kepada Emak dan Mahya. Khusus untuk Emak, ingin sekali kujawab, bahwa aku berhenti menghafal atas saran salah satu Kyai tarekat Syadziliyah 2-3 tahun lalu. Aku sendiri belum berbai'at di tarekat manapun. Saat itu, aku hanya bertanya hukum nderes Qur'an saat berhalangan. Melihat backgroundku yg psikologi, beliau menyampaikan bahwa akan lebih baik untukku supaya tetap di psikologi sambil belajar tasawuf. Kata Pak Kyai waktu itu, "Nanti kamu akan jadi orang hebat." Tapi, sebenarnya aku ingin menjadi manusia biasa saja yang kalau bisa, berhati bersih. Karena aku tahu, aku punya bakat arogan. Mungkin kalau aku hafal 30 juz, aku akan punya kecenderungan itu, menghakimi orang-orang dengan ayat-ayat Allah sekehendakku (kutidak punya ilmu alat yang memadai). Niatku, selepas kuliah S3 psikologi, aku akan mengabdi di NU. Seperti halnya Emak dulu.

Kalimat yang membekas ini pertama kali kudengar dari para pengantar jenazah Emakku, karena Emakku aktif di muslimat NU. Kemudian, kutemukan kembali di suatu kantor di Jakarta, secara tidak sengaja.

Dari tangannya yang penuh keberkahan, akupun bertumbuh

Tempat seorang kandidat doktoral berasal, dan kelak akan kembali: tanah.

Semoga tulisan yang ngalor ngidul ini bermanfaat.

Komentar

Populer